Jumat, 22 Januari 2016

MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM PADA SEKOLAH UMUM

BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN ISLAM PADA SEKOLAH UMUM

A.   Faktor Faktor Eksternal Sekolah
                        Faktor faktor eksternal ini meliputi :
1.    Timbulnya sikaf orang tua di beberapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang menyadari tentang pentingnya pendidikan agama, tidak mengacuhkan akan pentingnya pemantapan pendidikan agama disekolah yang berlanjut dirumah. Orang tua yang bersikap demikian disebabkan oleh dampak kebutuhan ekonomisnya yang mendorong bekerja 20 jam diluar rumah, sehingga mereka menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk mendidik anak anaknya 2 jam perminggu. [1]
2.    Situasi lingkungan sekitar sekolah dipengaruhi godaan-godaan  setan dalam berbagai ragam bentuknya, antara lain godaan judi, tontonan yang bernada menyenangkan nafsu seperti permainan ketangkasan berhadiah, dan lain lain. Situasi demikian melemahkan daya konsentrasi berpikir dan berakhlak mulia, serta mengurangi gairah belajar, bahkan mengurangi daya saing dalam meraih kemajuan.
3.    Adanya gagasan baru dari para ilmuan untuk mencari terobosan baru terhadap berbagai macam problema pembangunan dan kehidupan remaja, menyebabkan para pelajar secara latah mempraktekkan makna yang keliru atas kata kata terobesan menjadi mengambil jalan pintas dalam mengejar cita citanya tanpa melihat cara cara yang halal dan haram, misalnya budaya menyontek, membeli soal soal ujian akhir dengan harga tinggi, perolehan nilai secara aspal, bahkan ada yang menghalalkan cara apapun , seperti doktri komunisme.
4.    Timbulnya sikaf frustasi dikalangan orang tua yang beranggapan bahwa tingginya tingkat pendidikan, tidak akan menjamin anaknya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sebab perluasan lapangan kerja tidak dapat mengimbangi banyaknya pencari kerja.
  Setelah tamat sekolah, orang tua harus berusaha payah mencari pekerjaan bagi anaknya. Disana sini penuh dengan beban finansial yang masih harus ditanggung oleh mereka.
  Semua itu menyebabkan tendensi sosial kita kurang menghargai pengatahuan sekolah yang tidak dapat dijadikan tumpuan mencari nafkah, sementara persaingan semakin mendekat dalam perebutan lapangan kerja yang menjanjikan penghasilan yang lebih memadai kebutuhan hidup.
  Pendidikan agama terkena dampak negatif dari sikaf yang kecenderungan semacam itu, sehingga apabila guru agama tidak terampil memikat minat murid, maka efektifitas pendidikan agama tak akan dapat diwujudkan.
5.    Serbuan dampak kemajuan ilmu dan teknologi dari luar negeri{ jepang, amerika, jerman barat, inggris, dan prancis}, semakin melunturkan prasaan religius{ keagamaan} dan melebarkan kesenjangan antara nilai traisional dengan nilai rasional teknologis, menjadi sumber transisi nilai yang belum menentukan arah dan pemukiman yang baru.
       Sementara itu, teknologi pendidikan atau pendidikan teknologi telah menyerbu kedalam bangku sekolah kita, yang membawa dampak negatif disamping dampak fositifnya.
       Sikaf murid untuk mengambil terobosan dalam kesulitan berpikir yang kreatif dan analistis, ditempuh melalui mesin mesin berpikir yang disebut komputer, kalkulator, dan robot robot yang berpikir lebih cepat dari manusia, adalah beberapa contoh oreantasi belajar yang tidak mendorong ke arah pencerdasan generasi muda kita, sistemitisasi belajar atas efiensiensi yang tinggi di samping mengandung dampak positif bagi percepatan output lulusan sekolah, juga terdapat dalam negatifnya.
       Produksi pendidikan sekolah yang dicapai dalam waktu relatif singkat dengan dana yang seminimal mungkin, namun berhasil meluluskan sejumlah murid yang lebih besar, adalah suatu contoh penerapan efiensi industrial teknologis yang kurang mengacu pada kaidah umum perkembangan berdasarkan tempo dan kesatuan organis serta hukum konvergensis.
       Tiap murid mempunyai corak dan potensi dasar berkembang yang tidak sama dengan murid lainnya. Sedangkan untuk penerapan efisiensi pendidikan tersebut tidak disediakan dengan sempurna input instrumental sekolah itu.
B.   Faktor Faktor Internal Skolah
            Perangkat input intsrumen yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan menjadi sumber kerawanan karena:
1.        Guru kurang kompetensi untuk menjadi tenaga fropesional pendidikan dan jabatan guru yang disandangnya hanya merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tanpa menekuni tugas sebenarnya selaku guru yang berkualitas atau ada tanpa rasa dedikasi sesuai tuntunan pendidikan.
2.        Penyalah gunaan manajemen penempatan yang mengalih tugaskan guru agama ke bagian administrasi, seperti perfustakaan misalnya, atau pekerjaan non guru. Akibatnya pendidikan agama tidak dilaksanakan secara frogramatis.[2]
3.        Pendekatan metodologi guru masih berpaku kepada oriantasi tradisonali, sehingga tidak mampu menarik minat murid pada pelajaran agama.
4.        Kurang rasa solidaritas antar guru agama dengan guru guru bidang studi umum, sehingga timbul sikap memencilkan guru agama, yang mengakibatkan pelaksanaaan pendidikan agama tersendat sendat dan kurang terpadu.
5.        Kurangnya waktu persiapan guru agama dalam mengajar karena disibukkan oleh usaha non-guru untuk mencukupi kebutuhan ekonomis sehari hari atau mengajar disekolah sekolah swasta, dan sebagainya.
6.        Kurikulum yang terlalu padat, karena terlalu banyak menampung keinginan tanpa mengarahkan prioritas.
7.        Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal, formal tanpa berkelanjutan dalam situasi informal diluar kelas. Wibawa guru juga hanya terbatas didalam dinding kelas, tanpa berpengaruh diluar kelas/sekolah.
8.        Petuga supervisi{pengawas dan penilik} tak berfungsi sesuai harapan, karena terdiri atas tenaga yang non fropesional yang farkir, menunggu pensiun.
9.        Dan lain lain problema pendidikan yang berkembang dilingkungan lembaga lembaga pendidikan islam, seperti pondok pondok pesantren dan madrasah dalam segala jenisnya.           
     Dilingkungan lembaga pendidikan islam problema saat ini pada dasarnya berkisar pada kurangnya keahlian dalam manajemen, kualitas guru yang kompeten, oriantasi pendidkan yang sepenuhnya mengacu pada kebutuhan pembangunan masa kini dan mendatang, serta fasilitas yang belum memadai {hal ini menjadi gejala umum dinegara negara sedang membangun}.
10.    Belum mantapnya landasan perundangan yang menjadi dasar berpijaknya pengelolaan pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional, termasuk pengelolaan lembaga lembaga pendidikan islam.
11.    Pemerataan memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat masih perlu diinsifkan lagi melalui pendekatan integralistik yang lebih menekankan pada kualitas dari pada kualitas, sejak pendidikan pradasar sampai pendidikan tingkat tinggi karena tuntunan pembangunan masa depan semakin memerlukan manusia yang berkualitas tinggi, baik dalam ilmu pengatahuan maupun dalam sikaf mental diman iman dan taqwa menjadi sumber pendorongnya yang utama .
C.   Pola Pemecahan Problema Kependidikan Islam
            Problema dinegeri kita yang sedang membangun yang menyangkut tiga faktor :
1.    Faktor idiil yang melandasi pelaksanaan pendidikan islam, al-quran dan al-hadist memerlukan interprestasi baru dari para pakar muslim yang memusatkan perhatiannya pada kemajuan pendidikan islam.
       Suatu interprestasi baru yang beroriantasi pada ketiga kemampuan dasar manusia, yitu kognitif, efektif, dan psikomotorik, atau kemampuan yang bermukim kepada dada dan tangan serta akibat dan hasil hasilnya, disamping itu terjalinnya antara nilai nilai kepribadian bangsa dan nilai syahksiyah al-islamiayyah lebih berkokoh lagi, sehingga mewujudkan wanita muslim yang fancasila sejati.
       Konsep manusia seutuhnya menurut pandangan islam yang mengacu kedalam falsafah fancasila perlu dipolakan secara jelas dan selaras, sehingga tidak menimbulkan konflik konflik batiniah yang berakibat pada diserionted personality yang diplastis.
2.    Faktor struktural kelembagaan pendidikan islam yang telah eksis dalam masyarakat, perlu dilakukan inovasi yang benar benar dapat mendukung tujuan pendidikan nasional. 
       Tujuan pendidikan, metode dan isinya dipersegar sedemikian rupa, sehingga mampu menarik minat anak didik tanpa mengurangi prinsip prinsip ajaran dari sumber pokok islam. Kelenturan dari kelembagaan dari struktur pendidikan islam, seperti pesantren dan madrasah sebagai ciri khas indonesia, memiliki oriantasi ke arah faktor idiil tersebut diatas.
       Bukan hanya pesantern plus sekolah umum atau madrasah plus pengatahuan umum, seperti yang telah dianut oleh umat islam di beberapa lingkungan mayarakat, tetapi suatu model pesantren yang berfungsi ganda, ia merupakan sosial keagamaan islam yang berfungsi sebagai pusat pembina mental agama masyarakat lain. [3]
       Sebagai lembaga pendidikan agama islam, ia berfungsi sebagai fusat kebudayaan umat melalui agama islam dilingkungannya yang dinamis dan aspiratif terhadap tuntunan kemajuan lahiriah dan batiniah, disamping itu, SKB tiga manteri tahun 1975 perlu ditingkatkan menjadi undang undang yang integratif dengan undang undang tentang sistem pendidikan nassional. Sedangkan pesantern diberi kebebasan berkembang dalam ruang lingkup pola pendidikan nasional.
3.    Faktor teknis operasional pendidikan agama disemua jenjang pendidikan umum perlu lebih diaktualisasikan kedalam proses yang integralistik dengan pendidikan intlektual dan ketrampilan, sehingga terwujud keserasian dan keselarasan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Untuk itu, kerja sama antara pelaksana disekolah perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam kegiatan belajar mengajar. Strategi pendidikan disekolah sekolah tegnologi yang programnya lebih tegnologis dan eksak perlu lebih intensif diimbangi dengan pendidikan yang lebih moralis dan sisoalistis agamis tanpa menghilangkan ciri ciri kejujurannya.
                       



































DAFTAR PUSTAKA


Ø  H. Drs. Djmaludin dan aly abdullah, kapita selekta pendidikan islam, bandung : CV pustaka setia, 1998.




[1] .Drs. H. Djamaludin Dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung : CV Pustakaan Setia,1998 Hlm. 18
[2] .  Drs. H. Djamaludin Dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung : CV Pustakaan Setia,1998 Hlm. 20
[3] . Drs. H. Djamaludin Dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung : CV Pustakaan Setia,1998 Hlm. 22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar