Jumat, 22 Januari 2016

MAKALAH TENTANG PERNIKAHAN DALAM FIQIH IBADAH

MAKALAH
“FIQIH ‘IBADAH”
PERNIKAHAN
DOSEN PENGAMPU : Abdul, khadir,S,pd.I.
Disusun
O
L
E
H
Nomor urut:
HINDUN
Nim:T.PAI.2013.008
Lokal:II B
Jurusan:tarbiyah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH MAULANA QORI BANGKO
TAHUN AKADEMIK 2014/2015




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjat kehadirat alloh SWT , yang telah memberikan kita kesempatan sehingga kita semua sempat merasakan ni’mat kesehatan dan kesempatan, semoga kita semua mendapatkan lindungan dari jua alloh SWT.

Sholawat dan salam juga tak henti-hentinya kita ucapkan solawat kepada beliau, yang mana kita tahu beliau adalah promotor umat yang berhasil membawakan kita ke alam yang penuh ilmu pendidikan, seperti yang kita rasakan padasa’at sekarang ini. Solawat nya yang berlapas…
اللهم صلى على محمد وعلى ال محمد
Dengan adanya pembacaan solawat mudamudahan nabi membantukan kita  baik pada saat tiian sirotul mustakim maupun pada saat hisab atau perhitungan amal kita waktu masih dunia baik amal yang bagus atau tidak bagus.











DAFTAR ISI

Halaman judul..........................................................................................!

Kata pengantar.........................................................................................!!

Daftar isi...................................................................................................I

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................2

A.    Latar belakang masalah......................................................................3


B.     Rumusan masalah...............................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................5

A.Pengertian pernikahan dan meminang............................... .................6

B.rukun akad nikah dan saksi dalam akad nikah......................................7

C.susunan wali dan syrat wali .................................................................8

BAB III PENUTUP.................................................................................9
           
            A.Kesimpulan.........................................................................................10
           
            B.Kritik dan saran................................................................. ................11
           
            DAFTAR PUSTAKA...........................................................................12







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah
            Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran sexs yang disah kan oleh agama.dari sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis nya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
            Sebagaimana kebutuhan lain nya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenar nya juga harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa stu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahn, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha

B.     Rumusan Masalah
a.      penertian pernikahan
b.      pengertian meminang
c.       rukun akad nikah
d.      saksi dalam akad nikah
e.       susunan wali
f.       syarat wali
                                                                           
                                                                       
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pernikahan
            Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
            Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan itu hanya metafora saja. Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah kami akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
            Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karna tidak mengikuti sunnah rosul.
            Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda yaitu   laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah mawaddah warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang solihah. asi bagi orang tuanya.
B.     Pengertian Meminang  
           
            Maminang dalah pernyataan seorang meminta kesediaan seorang wanita untuk menjadi istrinya orang yang dipercaya. Hal itu diperbolehkan dalam Meminang juga bisa dilakukan dengan jalan kiasan (sindiran) jika wanita yang di pinang dalam iddah ba' in (yakni masa menunggu seorang wanita setelah dijatuhkan talaq ketiga talaq ba’in n suaminya). Juga bisa dilakukan terhadap wanita dalam masa iddah karena ditinggal mati suaminya. Mengutarakan keinginan dengan bahasa  kiasan adalah sebagai sopan-santun Islam menjaga perasaan seseorang. Allah berfirman yang artinya:
             "Tidak ada dosa bagimu meminang wanita itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan keinginanmu dalam hati. Allah mengetahui bahwa akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan kata-kata (sindiran) yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa iddahnya." (QS. 2/Al-Baqoroh: 235).
            Wanita yang haram dipinang, ialah yang masih dalam iddah roj’iyah (yakni masa menunggu bagi seorang wanita setelah dijatuhkan talaq pertama atau kedua oleh suaminya), karena masih hak pria yang menceraikannya. Dalam pengertian bahwa mantan suaminya itu masih berhak kembali kepadanya. Juga haram meminang wanita yang sedang dipinang orang lain. Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Orang mukmin dengan orang mukmin adalah bersaudara, maka tidak halal bagi seorang mukmin meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh saudaranya. Sampai nyata-nyata sudah ditinggalkannya.
            Sebelum meminang seorang wanita, pihak pria boleh melihatnya lebih dulu. Ketika Mughiroh bin Syu'bah berkeinginan untuk menikahi seorang wanita, Muhammad Rosulullah saw. bersabda kepadanya: "Pergilah melihat wanita itu, karena dengan melihatnya akan memberikan jaminan bagi kelangsungan hubunganmu berdua. Mughiroh melaksanakan perintah itu, lalu menikahinya.  
            Jelaslah bahwa jika saudara ingin menikahi seorang wanita, memang harus betul-betul mengenal profilnya. Tidak terbatas pada rupa dan bentuk lahiriyahnya saja. Namun yang paling penting adalah watak/karakter dan perilakunya sehari-hari. Sebab dengan begitu saudara akan tahu, kelebihan dan kelemahan si wanita tersebut. Kemudian saudara pertimbangkan secara matang, lebih banyak mana sisi positifnya dibandingkan dengan sisi negatifnya. Lalu seandainya saudara memutuskan tetap menikahinya sanggupkah saudara menerima segala kekurangannya, sekaligus mampukah saudara membimbingnya. Itulah yang dimaksud dalam anjuran Rosulullah saw. "Pergilah melihat (mengenali) wanita,itu". Dalam meminang seorang wanita, pria hendaknya menjauhi empat hal.
           
1. Janganlah menikahi orang-orang Musyrik, sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Baqoroh ayat 221 yang telah dikutip di atas.
           
2. Janganlah menikahi wanita karena hartanya. Muhammad Rosulullah saw. bersabda “Janganlah engkau nikahi wanita karena kecantikannya, karena ia hanya akan sibuk mengurus kecantikannya. Jangan pula engkau nikahi karena hartanya, karena harta kekayaannya membuatnya beringas dan kejam kepadanya. Tapi nikahilah karena agamanya, atau juga budak wanita yang memiliki agama.
           
3. Janganlah menikahi wanita karena kebangsawanannya. Muhammad Rosulullah saw. bersabbda, “Barang siapa menikahi seorang wanita karena hartanya dan kecantikannya, niscaya Allah akan melenyapkan harta dan kecantikannya. Dan barang siapa yang menikahi seorang wanita karena agama, niscaya Allah akan memberi karunia kepadanya berupa harta dan kecantikan.

C.     Rukun akad nikah
            Rukun Nikah dalam Islam ada tiga:
1. Adanya kedua mempelai yang tidak memiliki penghalang keabsahan nikah seperti adanya hubungan mahram dari keturunan, sepersusuan atau semisalnya. Atau pihak laki-laki adalah orang kafir sementara wanitanya muslimah atau semacamnya.

2. Adanya penyerahan (ijab), yang diucapkan wali atau orang yang menggantikan posisinya dengan mengatakan kepada (calon) suami, 'Saya nikahkan anda dengan fulanah' atau ucapan semacamnya.
3. Adanya penerimaan (qabul), yaitu kata yang diucapkan suami atau ada orang yang menggantikan posisinya dengan mengatakan, 'Saya menerimnya.' atau semacamnya.
Adapun syarat-syarat sahnya nikah adalah:
1. Masing-masing kedua mempelai telah ditentukan, baik dengan isyarat, nama atau sifat atau semacamnya.
2. Kerelaan kedua mempelai. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
لا تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا، قَالَ أَنْ تَسْكُتَ
(رواه البخاري، رقم )
Artinya :“Al-Ayyimu (wanita yang pisah dengan suaminya karena meninggal atau cerai) tidak dinikahkan mendapatkan perintah darinya (harus diungkapkan dengan jelas persetujuannya). Dan gadis tidak dinikahkan sebelum diminta persetujuannya (baik dengan perkataan atau diam). Para shahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya?' Beliau menjawab, 'Dia diam (sudah dianggap setuju)." (HR. Bukhori, )
3. Yang melakukan akad bagi pihak wanita adalah walinya. Karena dalam masalah nikah Allah mengarahkan perintahnya kepada para wali.
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB  ÇÌËÈ
Artinya :‘Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu" (QS. An-Nur: 32)
Juga berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
(رواه الترمذي، رقم 1021 وغيره وهو حديث صحيح)
Artinya “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal." (HR. Tirmizi, no. 1021)
D.     Saksi dalam akad nikah.
Berdasarkan sabda Nabi sallahu’alaihi wa sallam,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْن
(رواه الطبراني، وهو في صحيح الجامع )
Artinya:“Tidak (sah) nikah kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.” (HR. Thabrani. Hadits ini juga terdapat dalam kitab Shahih Al-Jami’,) 
Sangat dianjurkan mengumumkan pernikahan. Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, "Umumkanlah pernikahan kalian’ (HR. Imam Ahmad. Dihasankan dalam kitab Shahih Al-Jami’, . ).
Adapun syarat untuk wali, sebagai berikut:
1.      Berakal.
2.      Baligh.
3.       Merdeka (bukan budak).
4.      Kesamaan agama. Maka tidak sah wali kafir untuk orang Islam laki-laki dan perempuan. Begitu pula tidak sah perwalian orang Islam untuk orang kafir laki-laki atau perempuan. Adapun orang kafir menjadi wali bagi wanita kafir adalah, meskipun berbeda agamanya. Dan orang yang keluar dari agama (murtad) tidak bisa menjadi wali bagi siapapun.
5.      Adil, bukan fasik. Sebagian ulama menjadikan hal ini sebagai syarat, tapi sebagian lain mencukupkan dengan syarat sebelumnya. Sebagian lagi mencukupkan syarat dengan kemaslahatan bagi yang diwalikan untuk menikahkannya.
6.       Laki-laki.
Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam,
لا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تُزَوِّجُ نَفْسَهَا(
رواه ابن ماجة، رقم1782 )
 Artinya :“Wanita tidak (dibolehkan) menikahkan wanita lainnya. Dan wanita tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Karena wanita pezina adalah yang menikahkan dirinya sendiri."  (HR. Ibnu Majah,  no. 1782. Hadits ini terdapat dalam Shahih Al-Jami, no. 7298)
7.      Bijak, yaitu orang yang mampu mengetahui kesetaraan (antara kedua pasangan) dan kemaslahatan pernikahan.
Para wali harus berurutan menurut ahli fiqih. Maka tidak dibolehkan melewati wali terdekat, kecuali jika wali terdekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat. Wali seorang wanita adalah bapaknya, kemudian orang yang diwasiatkannya untuk menjadi walinya, lalu kakek dari bapak sampai ke atas, lalu  anak laki-lakinya, lalu cucu sampai ke bawah. Kemudian saudara laki-laki sekandung,  berikutnya saudara laki-laki seayah, kemudian anak dari keduanya.  Kemudian paman sekandung, lalu paman sebapak, kemudian anak dari keduanya. Kemudian yang terdekat dari sisi keturunan dari asobah seperti dalam waris. Kemudian penguasa muslim (dan orang yang menggantikannya seperti Hakim) sebagai wali bagi yang tidak mempunyai perwalian. Wallahu’alam .
E.      Susunan wali

Bapa kandung
Ø  Datuk sebelah bapa ke atas
Ø  Saudara lelaki seibu sebapa
Ø  Saudara lelaki sebapa
Ø  Anak saudara lelaki seibu sebapa
Ø  Anak saudara lelaki sebapa
Ø  Anak lelaki kepada anak saudara lelaki seibu sebapa
Ø  Anak lelaki kepada anak saudara lelaki sebapa
Ø  Bapa saudara sebelah bapa seibu sebapa
Ø  Bapa saudara sebelah bapa sebapa
Ø  Datuk saudara sebelah bapa seibu sebapa dengan datuknya
Ø  Datuk saudara sebelah bapa sebapa dengan datuknya
Ø  Moyang saudara sebelah bapa seibu sebapa dengan moyangnya
Ø  Moyang saudara sebelah bapa sebapa dengan moyangnya
Ø  Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa seibu sebapa (sepupu lelaki)
Ø  Anak lelaki bapa saudara sebelah bapa sebapa (sepupu lelaki)
Ø  Cucu lelaki bapa saudara sebelah bapa seibu sebapa
Ø  Cucu lelaki bapa saudara sebelah bapa sebapa
Ø  Anak datuk saudara sebelah bapa seibu sebapa dengan
Ø  Datuknya.
Ø  Anak saudara sebelah bapa sebapa dengan datuknya
Ø  Wali Hakim / Wali Raja / Wali Sultan

F.      SYARAT WALI

Ø  Islam
Ø  Lelaki
Ø  Baligh
Ø  Berakal
Ø  Merdeka
Ø  Adil (tidak fasiq)
Ø  Tidak dipaksa
Ø  Bukan dalam ihram
Ø  Bukan dungu/safih

BAB,III
 PENUTUP

A.     Kesimpulan
          
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:sebagaiberikut :
1.    Perkawinan dalam islam adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tujuannya adalah untuk menghalalkan hubungan kelamin antara seorang laki-laki dan perempuan secara suka rela.
2.    Hukum perkawinan menurut pandangan islam yaitu Wajib, Sunat, Wajib, MakruhdanHaram.
3.    Tujuan dan hikmah perkawinan dalam pandangan islam yaitu Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi, Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur, Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami, Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah serta Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.
4.    Cara –cara perkawinan yang sah menurut hokum islam yaitu Khitbah (Peminangan), Aqad Nikah dan Walimah.
B.    Kritik  Dan  Saran

Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.



DAFTAR PUSTAKA

Ø  Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006)
Ø  At-tihami, Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel Mulia, 2004)
Ø  Muhammad  ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)
Ø  Syaikh Kamil Muhammad  ‘uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)  hal. 375
Ø  Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006) hal. 8
Ø  Syaikh Kamil Muhammad  ‘uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)  hal. 378
Ø  Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006) hal. 10-12


Tidak ada komentar:

Posting Komentar